Responsive Banner design
Home » » UNSUR BUDAYA SUKU LAMPUNG DAN PELAKSANAAN KONSELING LINTAS BUDAYA TERHADAP KONSELI BERBUDAYA LAMPUNG | Konseling Lintas Budaya

UNSUR BUDAYA SUKU LAMPUNG DAN PELAKSANAAN KONSELING LINTAS BUDAYA TERHADAP KONSELI BERBUDAYA LAMPUNG | Konseling Lintas Budaya



UNSUR BUDAYA SUKU LAMPUNG DAN PELAKSANAAN KONSELING LINTAS BUDAYA TERHADAP KONSELI BERBUDAYA LAMPUNG

ROZY SETYONO 15110070

BIMBINGAN DAN KONSELING



https://tse1.mm.bing.net/th?id=OIP.SoN1lnOux78AYNETVRx5uQHaKp&pid=15.1&P=0&w=300&h=300


PENDAHULUAN
Bahasa dan budaya lampung sesungguhnya tidak sama dan sebangung dengan provinsi lampung. Secara geografis, yang disebutkan sebagai wilayah penutur bahasa lampung dan pendukung kebudayaan lampung itu ada empat provinsi, yaitu Lampung sendiri, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Banten. Secara garis besar masyarakat adat Lampung terbagi dua, yaitu masyarakat adat Lampung Pepadun dan masyarakat adat Lampung Sebatin. Kebudayaan Lampung itu riil, misalnya mewujud dalam tubuh suku Lampung, sistem kebahasaan, keberaksaraan, adat-istiadat, kebiasaan, dan sebagainya.

Kalau kita berbicara Provinsi Lampung, akan lebih mudah merumuskannya. Namun, kalau hendak membahas suku, bahasa, dan budaya Lampung, maka sungguh sulit. Buku Adat Istriadat Lampung yang disusun Prof Hilman Hadikusuma dkk (1983), akan terasa sangat minim untuk memamahi Lampung secara cultural. Masih ada yang mengatakan bahwa kebudayaan Lampung atau kebudayaan Lampung itu terlalu banyak dipengaruhi oleh kebudayaan lain, sehingga tidak tampak lagi kebudayaan Lampung itu yang mana. Yang terjadi adalah selalu tendensi untuk meniadakan atau setidaknya membonsai bahasa-budaya Lampung. Kalaulah bahasa-budaya Lampung iitu relative tidak dikenal dan sering luput dari perbincangan di tingkat nasional, katakanlah di banding dengan Jawa, Sunda, Minang, Batak, Bugis, Bali, Dayak, dll, tidak lain tidak bukan karena relative belum ada kajian dan ilmuawan yang mampu membedah kebudayaan Lampung secara lebih komprehensif, sistematis, dan tentu saja ilmiah.







Tujuan dan manfaat

Tujuan penulisan artikel yang membahas tentang kebudayaan Lampung, memberikan informasi tentang budaya lampung yang selama ini tidak dilihat oleh banyak kalangan, karena masih menganggap bahwa budaya Lampung sama dengan  kebudayaan Bengkulu dan Banten, dan artikel ini memiliki manfaat bagi pembaca untuk menambah wawasan tentang kebudayaan yang unik yang dimiliki oleh Suku Lampung, karena setiap suku memiliki keunikan tersendiri, dan mudah dipelajari jika kita sungguh-sungguh dalam mempelajarinya.























PEMBAHASAN

A.    Adat istiadat lampung
Berdasarkan adat istiadatnya, penduduk suku Lampung terbagi kedalam dua golongan besar, yaitu masyarakat Lampung beradat Pepadun dan masyarakat Lampung beradat Saibatin atau Peminggir. Suku Lampung berada Pepadun secara lebih terperinci  dapat digolongkan kedalam :
1. Abung Siwo Mego (Abung Sembilan Marga) Terdiri Atas: Buai Nunyai, Buai Unyi, Buai Nuban, Buai Subbing, Buai Beliuk, Buai Kunang, Buai Selagai, Buai Anak Tuha Dan Buai Nyerupa.
2. Megou Pak Tulangbawang (Empat Marga Tulangbawang) Terdiri Dari : Buai Bolan, Buai Umpu, Buai Tegamoan, Buai Ali.
3. Buai Lima (Way Kanan/Sungkai) Terdiri Dari: Buai Pemuka, Buai Bahuga, Buai Semenguk, Buai Baradatu, Buai Barakti.
4. Pubian Telu Suku (Pubian Tiga Suku) Terdiri Dari Buai Manyarakat, Buai Tamban Pupus, Dan Buai Buku Jadi.
Diperkirakan bahwa yang pertama kali mendirikan adat Pepadung adalah masyarakat Abung yang ada disekitar abad ke 17 masehi di zaman seba Banten. Pada abad ke 18 masehi, adat Pepadung berkembang pula di daerah Way Kanan, Tulang Bawang dan Way seputih (Pubian). Kemudian pada permulaan abad ke 19 masehi, adat Pepadun disempurnakan dengan masyarakat kebuaian inti dan kebuaian-kebuaian tambahan (gabungan). Bentuk-bentuk penyempurnaan itu melahirkan apa yang dinamakan Abung Siwou Migou (Abung Siwo Mego), Megou Pak Tulang Bawang dan Pubian Telu Suku.
Masyarakaat yang menganut adat tidak Pepadun yaakni yang melaksanakan adat musyawarahnya tanpa menggunakan kursi Pepadun, karena sebagian besar  berdiaam di tepi pantai, maka disebut adat Pesisir. Suku lampung beradat Saibatin (Peminggir) secara garis besarnya terdiri atas: masyarakat adat peminggir, melinting rajabasa, masyarakat adat peminggir teluk, masyarakat adat peminggir semangka, masyarakat adat peminggir komering. Masyarakat adat peminggir ini sukar untuk diperinci sebagaimana masyarakat pepadun, sebab disetiap daerah kebatinan terlalu banyak campuran aturan keturunannya.
Adat budaya Lampung Saibatin dengan nilai Aristokasi (kedudukan adat hanya dapat diwariskan melalui garis keturunan). Saibatin, bermakna satu batin atau memilki satu raja. Hal ini sesuai dengan tatanan sosial dalam masyarakat adat saibatin, hanya ada satu raja adat dalam setiap generasi kepemimpinan. Cirri lain dari masyarakat saibatin dapat dilihat dari perangkat yang digunakan dalam ritual adat. Salah satunya adalah bentuk siger (sigekh) atau mahkota pengantin saibatin yang memilki tujuh lekuk (sigokh lekuk pitu) yang melambangkan tujuh adoq (panggilan) yaitu, sultan, raja, bati, radin, minak, dan mas.

1.        Adat Perkawinan pada suku Lampung
Sebelum Pernikahan
a.      Nindai/Nyubuk, merupakan proses awal, dimana orang tua calon mempelai pria menilai apakah si gadis berkenan dihati atau tidak. Salah satu upacara adat yang diadakan pada saat begawai (cakak pepadun) adalah cangget pilangan, dimana bujang gadis hadir dengan mengenakan pakaian adat, disinilah utusan keluarga calon pengantin pria nyubuk atau nindai gadis dibbalai adat.
b.      Nunang (ngelamar), pengantin pria dating melamar dengan ,e,bawa berupa makanan, kue-kue, dodol, alat meroko, alat-alat nyireh ugay cambia (sirih pinang), yang jumlahnya disesuaikan dengan tahta atau kedudukan calon pengantin pria. Lalu dikemukakanlah maksud dan tujuan kedatangan yaitu untuk meminang si gadis.
c.       Nyirok (ngikat), bisa digabungkan pada saat melamar, ini merupakan peluanb bagi calon penggantin pria untuk memberi tanda pengikat dan hadiah bagi si gadis berupa mas berlian, kain jung sarat dan sebagainya.
d.      Berunding (menjeu), utusan pengantin pria dating kerumah calon mempelai wanita (manjau) dengan membawa dudul cumbi untuk membicarakan uang jujur, mas kawin, adat macam apa yang akan dilaksanakan serta menentukan tempat acara akad nikah
e.      Sesimburan (dimandikan), dilaksanakan dikali atau sumur dengan arak-arakan,
f.        Betanges (mandi uap), rempah-rempah wewangian (pepun) direbus sampai menididih dan diletakan dibawah kursi dan calon pengantin wanita duduk diatas kursi
g.      Berparas (meucukur), untuk menghilangkan bulu-bulu halus dan membentuk alis agar tampak menarik dan mudah membentuk cintok
Pada hari pernikahan: a. upacara adat, ditempat keluarga gadis dilaksanakan 3 acara pokok dalam 2 malam, yaitu: maro nanggep, cangget pilangan, temu di pecah aji. b. upacara akad nikah atau ijab Kabul.
Sesudah pernikahan: a. upacara ngurukken majeu/ngekuruk, mempelai wanita dibawah ke rumah memperlai pria dengan menaiki rato, sejenis kereta roda empat dan jepanon atau tandu. b. tabuhan talo balak, disambutnya pengantin wanita sesampainya dirumah pengantin pria dengan tabuhan talo balak irama girang-girang dan tembakan meriam.

2.      Bahasa orang lampung
Bahasa orang lampung disebut behasou lampung atau umung lampung atau cewo lampung, bahasa ini dibagi menjadi dua logat, yakni: (a) logat lampung belalau, terbagi lagi menjadi : logat jelma doya, pemanggilan peminggir, melinting peminggir, pubian. (b) logat lampung abung, terbagi lagi menjadi : sub dialek abung, sub dialet tulang bawan. Orang lampung juga memiliki asksara sendiri yang disebut surat lampung. Pada masalalu orang lampung telah mengenal pola perkampungan yang menyebar di sepanjang aliran sungai. Orang lampung juga telah memiliki aksara sendiri. Selain itu, mereka juga sudah mengenal bangunan semacam lumbung disebut (walai) atau (balai) untuk menyimpan bahan makanan pokok.
3.    Agama dalam kebudayan lampung,
Orang lampung merupakan pemeluk agama islam, tetapi walaupun dikenal sebagai pemeluk agama islam, dikalangan masyarakat lampung masih berkembang sisa-sisa kepercayaan lama yang mereka sebut kepercayaan pada zaman Tumi. Mereka juga mempercayai maklukmakluk halus dan benda-benda kuno dengan kekuatan sektinya. Sehubungan dengan kepercayaan ini, mereka mengenal berbagai upacara adat dengan berbagai sesajian sebagai perlengkapan.
Kesenian
Orang lampung dikenal sebagai penghasil kain tenun tradisional (tapis) dengan motif hiasan yang indah. Pada masalalu, kain tapis ini hanya digunakan pada saat upacara adat perkawinan atau upacara adat lainnya. Bentuk kesenian lainnya yaitu jenis tari-tarian yang dikembangkan untuk kebutuhan upacara adat, misalnya tari sambai, tari kipas, dan sebagainya. Mereka juga memiliki alat music misalnya, gendang, kulintang, talo, dan serdam (suling bambu).

Organisasi sosial
Sistem kekerabatan, prinsip penarikan garis keturunan orang lampung bersifat patrilineal. Pada masyarakat saibatin pengelompokan dalam satu kampung membentuk sebuah klen kecil yang dissebut sebatin yang terbentuk atas dasar keturunan atau perkawinan. Secara umum anak laki-laki tertua dari keturunan yang lebih tua mempunyai kedudukan istimewa, yaitu sebagai ahli waris keluarganya.

Sistem kemasyarakatan
Pada masyarakat lampung saibatin, pemimpin saibatin disebut penyimpang saibatin. Sedangkan pada masyarakat lampung pepadun, dipimpin oleh penyimpang tiyuh. Beberapa tiyuh tergabung menjadi satu kesatuan lebih besar disebut Buay atau kebuayan. Pada masyarakat pepadun berlaku hokum adat yang didasarkan pada piagam Adat Lampung Siwo Migo. Pelanggaran terhadap ketentuan adat dikenai sanksi berupa denda atau keharusan melaksanakan upacara adat.

Nilai-nilai budaya
Pada masyarakat budaya lampung memiliki nilai-nilai kebudayaan yakni: a) sakai sambayan adalah gotong royong, tolong menolong. b) pi’ilpesenggiri adalah harga diri, perilaku, sikap hidup. c) nemui nyimah adalah murah hati, dan ramah terhadap semua. d) nengah nyappur adalah membuka diri dalam pergaulan. e) bejuluk beadek adalah saling menghargai.

Upacara Adat Yang Bersifat Tradisional
Upacara Jenis ini dilaksanakan sesuai dengan kehidupan seharihari dalam setiap transformasi kehidupan, sejak seseorang dalam kandungan sampai akhir hayat seseorang.

1.      Masa Kehamilan
  • Kukhuk Limau/Belangekh
Upacara ini dilaksanakan saat masa kehamilan berumur lima bulan.
  • Ngekhuang Kaminduan
Upacara ini dilaksanakan saat masa kehamilan berumur lima bulan.

2.      Masa Kelahiran
  • Teppuk Pusokh/Salai Tabui/Salin Khah/Nyilih Dakhah
Upacara ini dilaksanakan setelah kelahiran bayi umur sehari, caranya adalah dengan membersihkan dan menanam ari ari sang bayi.
  • Betebus
Upacara ini dilaksanakan saat bayi berumur tujuh hari, dimaksudkan untuk mendoakan bayi dan menebus bayi dari dukun bersalin yang telah merawat bayi dari kandungan sampai membantu kelahirannya.
  • Becukokh
Upacara ini dilaksanakan saat bayi berumur empat puluh hari yaitu mencukur rambut bayi untuk pertama kalinya dan dalam acara ini juga dilaksanakan Aqiqahan.
  • Ngekuk/Ngebuyu/Mahau Manuk
Upacara ini dilaksanakan saat bayi berusia tiga bulan disaat bayi telah diberi makanan tambahan.

3.      Masa  Kanak Kanak
  • Besunat
Dikenal juga istilah mandi pagi, khitanan bagi anak laki laki
  • Ngantak Sanak Ngaji
Dilaksanakan saat seorang anak mulai belajar mengaji

4.      Masa Dewasa
  • Kukhuk Mekhanai
Saat dimana seorang remaja pria telah memasuki masa akil balikh
  • Nyakakko Akkos
Upacara ini dilakukan bagi remaja perempuan, dalam kesempatan ini juga dilakukan acara busepi yaitu meratakan gigidengan menggunakan asahan yang halus.
  • Nettah Adoq/Cakak Pepadun
Cakak Pepadun dilaksanakan pada saat Pernikahan Sultan [Tayuh Saibatin], dalam upacara ini juga ditahbiskan Gelar Adat seseorang [Nettah Adoq]. Namun demikian Nettah Adoq dilakukan dalam setiap pernikahan bukan hanya Tayuh Saibatin saja.

5.      Masa Kematian
Pada saat wafatnya seseorang, akan ada seorang yang ngekunan yaitu memberitahu keluarga, kerabat dan handai taulan tentang kabar meninggalnya almarhum agar segera datang untuk ninggam pudak [melayat] . Dalam situasi ini dibagilah tugas, ada yang melakukan bedah bumi [menggali liang lahat], ada yang memandikan jenazah, mengkafani, menyolatkan hingga menguburkan. Saat malam harinya diadakan bedu’a yaitu tahlilan hingga Niga Hari saat malam ketiga dilanjutkan Mitu Bingi pada malam ketujuh, Ngepakpuluh saat hari keempatpuluh dan Nyekhatus saat seratus hari wafatnya almarhum.

Upacara Adat Yang Bersifat Sakral

Upacara jenis ini lebih berhubungan dengan kepercayaan, alur transendental dan aura mistis. Upacara dan Ritual jenis ini diantaranya: 
  • Upacara Ngebabali
Upacara jenis ini dilaksanakan saat membuka huma atau perladangan baru disaat membersihkan lahan untuk ditanami atau pada saat mendirikan rumah dan kediaman yang baru atau juga untuk membersihkan tempat angker yang mempunyai aura gaib jahat.
  • Upacara Ngambabekha
Upacara ini dilaksanakan saat hendak Ngusi Pulan [membuka hutan] untuk dijadikan Pemekonan [Perkampungan] dan perkebunan, karena diyakini Pulan Tuha [hutan rimba] memiliki penunggunya sendiri. Upacara ini dilakukan dimaksudkan untuk mengadakan perdamaian dan ungkapan selamat datang agar tidak saling mengganggu.
  • Upacara Ngumbay Lawok
Upacara ini adalah ungkapan syukur masyarakat pesisir atas hasil laut dan juga untuk memohon keselamatan kepada sang pencipta agar diberikan keselamatan saat melaut, dalam ritual ini dikorbankan kepala kerbau sebagai simbol pengorbanan dan ungkapan terimakasih kepada laut yang telah memberikan hasil lautnya kepada nelayan.
  • Upacara Ngalahumakha
Upacara ini dilaksanakan saat hendak menangkap ikan.
  • Upacara Belimau
Upacara ini dilaksanakan saat memasuki Puasa dibulan suci Ramadhan.
  • Upacara Ngebala
Upacara ini dilaksanakan tujuannya sebagai Tulak Bala agar tehindar dari musibah. 

Pergeseran budaya lampung
Perubahan budaya lampung yang terjadi pada saat ini terlihat jelas pada sistem religi. Masyarakat lampung pada saat ini didominasi oleh agama islam, serta agama minoritas dari pandatang seperti Kristen, budha, dan katholik. Tidak lagi memiliki kepercayaan dinamisme seperti para leluhur dahulu. Perubahan cara perpakaian mengikuti perkembangan zaman, tidak lagi menggunakan pakaian adat  kecuali acara-acara khusus seperti perkawinan.

4.    Implikasi konseling lintas buadaya
Untuk menunjang pelaksanaan konseling lintas budaya dibutuhkan konselor yang mempunyai spesifikasi tertentu, Pedersen (dalam Mcrae dan Jhonson) menyatakan bahwa konselor lintas budaya harus mempunyai kompetensi kesadaran, pengetahuan, dan keterampilan. Kesadaran, konselor harus benar mengetahui adanya perbedaan yang mendasar antara konselor dengan klien yang akan dibantunya. Selain itu konselor harus menyadari benar akan timbulnya konflik jika konselor memberikan layanan konseling kepada klien yang berbeda latar belakang sosial budayanya.
Hal ini menimbulkan konsekuensi bahwa konseling lintas budaya harus mengerti dan memahami budaya Indonesia, terrutama nilai-nilai budaya yang dimiliki.  Pengetahuan, konselor lintas budaya sebaiknya terus mengembangkan pengetahuannya mengenai budaya yang ada di Indonesia. Pengetahuan yang perlu dimiliki oleh konselor lintas budaya adalah sisi sosio-politik dan sosio-budaya dari kelompok etnis tertentu. Semakin banyak latar belakang etnis yang dipelajari oleh konselor, maka semakin banyak beragam pula masalah klien yang dapat ditangani. 
Pengetahuan konselor terhadap nilai-nilai budaya yang ada dimasyarakat tidak saja melalui membaca buku atau hasil penelitian saja, tetapi dapat pula dilakukan dengan cara melakukan penelitian itu sendiri, hal ini akan semakin mempermudah konselor untuk menambah pengetahuan mengenai suatu buadaya tertentu.
Keterampilan, konselor lintas budaya harus selalu mengembangkan keterampilan untuk berhubungan dengan individu yang berasal dari latarbelakang etinis yang berbeda.  Misalnya, konselor banyak berhubungan dengan orang lampung, maka konselor akan belajar bagaimana berperilaku sebagaimana orang lampung.
Tiga komponen diatas wajib dimiliki oleh konselor lintas budaya, sebab dengan dimiliki ketiga kemampuan itu, akan semakin mempermudah konselor untuk bisa berhubungan dengan klien yang berbeda latar belakang budaya.


























KESIMPULAN

Bahasa dan budaya lampung sesungguhnya tidak sama dan sebangung dengan provinsi lampung. Secara geografis, yang disebutkan sebagai wilayah penutur bahasa lampung dan pendukung kebudayaan lampung itu ada empat provinsi, yaitu Lampung sendiri, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Banten. Secara garis besar masyarakat adat Lampung terbagi dua, yaitu masyarakat adat Lampung Pepadun dan masyarakat adat Lampung Sebatin. Kebudayaan Lampung itu riil, misalnya mewujud dalam tubuh suku Lampung, sistem kebahasaan, keberaksaraan, adat-istiadat, kebiasaan, dan sebagainya.
Berdasarkan adat istiadatnya, penduduk suku Lampung terbagi kedalam dua golongan besar, yaitu masyarakat Lampung beradat Pepadun dan masyarakat Lampung beradat Saibatin atau Peminggir. Suku Lampung berada Pepadun secara lebih terperinci  dapat digolongkan kedalam : 1. Abung Siwo Mego (Abung Sembilan Marga) Terdiri Atas: Buai Nunyai, Buai Unyi, Buai Nuban, Buai Subbing, Buai Beliuk, Buai Kunang, Buai Selagai, Buai Anak Tuha Dan Buai Nyerupa.
2. Megou Pak Tulangbawang (Empat Marga Tulangbawang) Terdiri Dari : Buai Bolan, Buai Umpu, Buai Tegamoan, Buai Ali.
3. Buai Lima (Way Kanan/Sungkai) Terdiri Dari: Buai Pemuka, Buai Bahuga, Buai Semenguk, Buai Baradatu, Buai Barakti.
4. Pubian Telu Suku (Pubian Tiga Suku) Terdiri Dari Buai Manyarakat, Buai Tamban Pupus, Dan Buai Buku Jadi
Adat budaya Lampung Saibatin dengan nilai Aristokasi (kedudukan adat hanya dapat diwariskan melalui garis keturunan). Saibatin, bermakna satu batin atau memilki satu raja. Hal ini sesuai dengan tatanan sosial dalam masyarakat adat saibatin, hanya ada satu raja adat dalam setiap generasi kepemimpinan. Cirri lain dari masyarakat saibatin dapat dilihat dari perangkat yang digunakan dalam ritual adat. Salah satunya adalah bentuk siger (sigekh) atau mahkota pengantin saibatin yang memilki tujuh lekuk (sigokh lekuk pitu) yang melambangkan tujuh adoq (panggilan) yaitu, sultan, raja, bati, radin, minak, dan mas.
Didalam budaya Lampung memilki kebudayan yakni: Adat Perkawinan pada suku Lampung, Agama dalam kebudayan lampung, Kesenian, organinasi sosial, Sistem kemasyarakatan, nilai-nilai kebudayaan, Pergeseran budaya lampung.
Saran
1.      Konselor lintas budaya harus dapat memahami kebudayan yang dianut oleh kliennya, agar proses konseling lintas budaya berjalan secara efektik
2.      Konselor lintas budaya, jangan menggap gampang saat melakukan konsling lintas budaya, karen jika tidak dapat mengerti bahkan memahami latar belakang budaya dari klien aka menjadi konflik baru.






















DAFTAR PUSTKA
Windiana alta, 2009. 4 unsur budaya lampung

[http://altawandiana.blogspot.co.id/2009/04/unsurbudayalampung.html]


http://bk-fkip.umk.ac.id/2012/09/kompetensi-lintas-budaya.html

0 comments:

Post a Comment

KONSELOR INDONESIA. Powered by Blogger.

Search This Blog

Popular Posts

Pages

Kosong

Kosong