MAKALAH
“Evaluasi Program Bimbingan dan
Konseling Layanan Informasi di Sekolah Menengah Pertama (SMP) 15 Semarang
berdasarkan Model Kesenjangan (Discrepancy Model)”
Dosen Pengampu : Drs. G. Rohastono Ajie, M.Pd
Disusun oleh :
Fitriana Kh.Kh (15110063)
PROGDI BIMBINGAN DAN
KONSELING
FAKULTAS ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI
SEMARANG
2018
Puji syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta
hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami selaku penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah Belajar dan Pembelajaran dengan tema Evaluasi Belajar dan Pembelajaran
ini dengan tepat waktu.
Kami
mengulas beberapa hal dalam makalah ini yaitu tentang pengertian dan contoh
mengenai model Evaluasi Discrepancy
Kami selaku
penulis menyadari bahwa masih perlu adanya penyempurnaan dalam makalah
ini,untuk itu kami mengharapkan saran, kritik, dan masukan yang bersifat
konstruktif dan membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga
makalah Belajar dan Pembelajaran dengan tema Evaluasi Belajar dan Pembelajaran
ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca serta khususnya bagi penulis sebagai
penambah wawasan dan pengetahuan.
Semarang, 4
April 2018
Penyusun
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR……………………………………………………………
i
DAFTAR ISI…………………………………..…………………………………ii
BABI PENDAHULUAN………………………………………………..............1
A.
Latar
Belakang............................................................................................1
B.
Rumusan
Masalah………………………………………….……..............3
C.
Tujuan
………………………………………………................................3
D.
Manfaat…………………………………………...............…..…..............4
BABIIPEMBAHASAN………………………………………………....
.….…..5
1.
Model
Discrepancy ………………………………………………...........5
2.
Contoh………………………………………………...............................9
BABIIIPENUTUP……………………………………………………..............14
A.
Kesimpulan………………………………………….......……...............14
B.
Saran…………………………………………….................…...............15
DAFTARPUSTAKA……………………………………………………….....16
BAB.
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Pendidikan di sekolah merupakan suatu usaha sadar
oleh segala pihak yang bersangkutan dengan tujuan menyiapkan generasi muda agar
menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Pelaksanaan pendidikan di sekolah
melibatkan tiga komponen penting, yaitu komponen administrasi, komponen
pengajaran, dan komponen bimbingan dan konseling. Ketiga komponen tersebut
saling bekerjasama dan saling menunjang dalam upaya mencapai tujuan pendidikan
nasional. Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari keseluruhan
program pendidikan yang berperan untuk membantu siswa agar dapat berkembang
secara optimal. Bantuan tersebut dapat diberikan melalui strategi-strategi
tertentu dalam bimbingan dan konseling. Salah satu bentuk strategi bimbingan
dan konseling adalah layanan bimbingan kelompok. Layanan bimbingan kelompok
adalah proses pemberian bantuan yang diberikan pada individu dalam situasi
kelompok (Romlah, 2006). Sejalan dengan hal tersebut Winkel & Hastuti
(2007) menyatakan bahwa bimbingan kelompok merupakan bentuk layanan bimbingan
yang diberikan pada lebih dari satu orang dalam waktu bersamaan.
Bimbingan
kelompok memiliki tujuan ganda yaitu untuk mempelajari siswa sebagai individu
sekaligus mengenal bagaimana interaksi mereka dengan orang lain, serta membantu
siswa untuk mampu menghadapi masalah mereka dan pada akhirnya mampu
menyesuaikan diri (Bennet, 1963). Menurut Winkel & Hastuti (2007), tujuan
bimbingan kelompok yaitu agar orang yang dilayani menjadi mampu mengatur
kehidupan sendiri, memiliki pandangan sendiri, dan tidak sekedar mengikuti
pendapat orang lain, mengambil sikap sendiri dan berani menanggung akibat dari
semua tindakannya sendiri. Sementara itu, Romlah (2006) menyatakan bahwa tujuan
bimbingan kelompok adalah (a) memberikan kesempatan kepada siswa belajar
hal-hal penting yang berguna bagi pengarahan dirinya yang berkaitan dengan
masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi dan sosial, (b) memberikan
layanan-layanan penyembuhan melalui kegiatan kelompok, (c) mencapai
tujuantujuan bimbingan secara lebih ekonomis dan efektif daripada kegiatan
bimbingan individual, (d) secara tidak langsung membuat pelaksanaan konseling
individual lebih efektif karena dengan mempelajari masalah-masalah yang umum
dialami oleh idividu dan dengan meredakan atau menghilangkan hambatanhambatan
emosional melalui kegiatan kelompok sehingga pemahaman terhadap masalah
individu lebih mudah.
Secara umum kegiatan evaluasi layanan bimbingan
kelompok bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya kesenjangan yang muncul
antara standar penyelenggaraan layanan bimbingan kelompok dengan kondisi
faktual penyelenggaraan layanan bimbingan kelompok di SMP tempat saya magang
yaitu SMP 15 Semarang. Hasil evaluasi dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan bagi konselor untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan layanan bimbingan
kelompok di waktu yang akan datang.
B.
IDENTIFIKASI
MASALAH
Berdasarkan
uraian latar belakang masalah diatas maka permasalahan yang ada dalam
penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Adakah
kesenjangan antara program yang disusun dengan pelaksanaan bimbingan kelompok
di SMP 15 Semarang ?
2. Bagaimana
penyusunan dan pelaksanaan program ?
C.
TUJUAN
EVALUASI
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah
untuk memenuhi tugas mata kuliah evaluasi bimbingan dan konseling serta untuk mengetahui
apakah adanya kesenjangan antara program dan pelaksanaan bimbingan kelompok di
SMP 15 Semarang untuk selanjutnya agar bisa dilaksanakan evaluasi program
berdasarkan model kesenjangan atau discrepancy model
.
D.
MANFAAT
EVALUASI
1. Mengetahui
dan memberikan informasi tentang evaluasi program bimbingan dan konseling.
2. Mengetahui
dan memberikan informasi terkait pentingnya evaluasi program bimbingan dan
konseling khususnya bimbingan kelompok.
3. Mengetahui
dan memberikan informasi tentang discrepancy model dan tujuannya.
BAB. II
PEMBAHSAN
1. MODEL
EVALUASI DISCREPANCY
A. Pengertian
Discrepancy (Kesenjangan)
Kata discrepancy adalah istilah Bahasa inggris, yang diterjemahkan ke
dalam Bahasa Indonesia menjadi “kesenjangan”. Model ini yang dikembangkan oleh
Malcolm Provus ini merupakan model evaluasi yang berangkat dari asumsi bahwa
untuk mengetahui kelayakan suatu program, evaluator dapat membandingkan antara
apa yang seharusnya dan diharapkan terjadi (standard)
dengan apa yang sebenarnya terjadi (performance)
sehingga dapat diketahui ada tidaknya kesenjangan (discrepancy) antara keduanya yaitu standar yang ditetapkan dengan
kinerja sesungguhnya (Madaus,1993:79-99; Kauman,1980:127-128).
Evaluasi
kesenjangan program, begitu orang menyebutnya. Kesenjangan program adalah
sebagai suatu keadaan antara yang diharapkan dalam rencana dengan yang
dihasilkan dalam pelaksanaan program. Evaluasi kesenjangan dimaksudkan untuk
mengetahui tingkat kesesuaian antara standard yang sudah ditentukan dalam
program dengan penampilan aktual dari program tersebut
Menurut
Provus evaluasi adalah untuk membangun dan affirmatif, tidak untuk menghakimi.
Model Evaluasi Discrepancy/ Pertentangan ( Provus, 1971) adalah suatu
model evaluasi program yang menekankan pentingnya pemahaman sistem sebelum
evaluasi. Kapan saja kita sedang mencoba untuk mengevaluasi sesuatu, ditekankan
bahwa kita harus mempunyai pemahaman tepat dan jelas atas hal yang dievaluasi,
untuk menetapkan standar.
Model
ini merupakan suatu prosedur problem-solving untuk mengidentifikasi kelemahan
(termasuk dalam pemilihan standar) dan untuk mengambil tindakan korektif. Di
dalam kasus suatu sistem yang kompleks seperti suatu proyek, obyek evaluasi
bisa belum jelas dan sukar untuk dipahami. Klarifikasi obyek evaluasi obyek
adalah sangat perlu untuk membuat evaluasi terlaksana.
B. Tujuan
Tujuan
evaluasi program dengan model discrepancy adalah untuk membantu administrator
mengambil sebuah keputusan untuk keberlangsungan program selanjutnya (Dimmitt,
2010, p.45). Penelitian evaluasi program dengan model discrepancy ini
difokuskan pada tiga aspek yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
program konseling individu di SMP Laboratorium Universitas Negeri Malang.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian evaluasi program ini adalah kuesioner
evaluasi program konseling individu sebagai instrumen utama yang ditunjang oleh
pedoman wawancara dan studi dokumentasi.
C. Langkah
– Langkah
Tahap
evaluasi program model discrepancy menggunakan tahap yang dirumuskan oleh
McKenna (1981: 12) yang terdiri dari enam tahap. Keenam tahap tersebut secara komprehensif dijelaskan
sebagai berikut: (a) memutuskan program yang akan dievaluasi; (b) menentukan
sasaran program (standar) yang menjadi dasar evaluasi; (c) merencanakan
evaluasi; (d) melaksanakan rencana evaluasi dan mengumpulkan informasi; (e)
menentukan kesenjangan antara sasaran program (standar) dengan pencapaian
program; dan (f) merencanakan tindakan selanjutnya.
proses
evaluasi pada langkah-langkah dan isi kategori sebagai cara memfasilitasi
perbandingan capaian program dengan standar, sementara pada waktu yang sama
mengidentifikasi standar untuk digunakan untuk perbandingan di masa depan.
Argumentasi Provus, bahwa semua program memiliki daur hidup (life cycle).
Karena program terdiri atas langkah-langkah pengembangan, aktivitas evaluasi
banyak diartikan adanya integrasi pada masing-masing komponennya.
a. Dalam
definition stage (tahap definisi), staf program mengorganisir a)
gambaran tujuan, proses, atau aktivitas dan kemudian b) menggambarkan sumber
daya yang diperlukankan. Harapan atau standar ini adalah dasar dimana evaluasi
berkelanjutan tergantung.
b. alam
installationstage (langkah instalasi), desain/ definisi program
menjadi standar baku untuk diperbandingkan dengan penilaian operasi awal
program. Gagasannya adalah untuk menentukan sama dan sebangun, sudah atau
tidaknya program telah diterapkan sebagaimana desainnya.
c. Dalam
product stage (tahap proses), evaluasi ditandai dengan pengumpulan
data untuk menjaga keterlaksanaan program. Gagasannya adalah untuk
memperhatikan kemajuan kemudian menentukan dampak awal, pengaruh, atau efek.
d. Dalam
productstage (tahap produk), pengumpulan data dan analisa yang
membantu ke arah penentuan tingkat capaian sasaran dari outcome. Dalam
tahap 4 ini pertanyaannya adalah “Apakah sasaran program telah dicapai?”
Harapannya adalah untuk merencanakan follow up jangka panjang
pemahaman atas dampak
e. (optional)
tahap cost-benefit menunjukkan peluang untuk membandingkan hasil
dengan yang dicapai oleh pendekatan lain yang serupa.
D. Kelebihan
Dan Kelemahan
a. Kelebihan
·
Mengidentifikasi kelemahan-kelemahan
program dan untuk tindakan korektif untuk menentukan atau memperbaikinya.
b. Kelemahan
·
Kurang sistematis
·
Hanya menekan pada objek sasaran
·
Memberi penekanan pada kesenjangan yang
sebenernya merupakan persyaratan umum bagi semua kegiatan evaluasi
2. CONTOH
Evaluasi
pelaksanaan layanan bimbingan kelompok menggunakan pendekatan evaluasi model
kesenjangan (discrepancy model) yang mencakup: (1) kesepakatan tentang
standar-standar tertentu, (2) menentukan ada/tidak ada kesenjangan yang muncul
antara performansi dan sejumlah aspek program dan perangkat standar untuk
performansi tersebut, dan (3) menggunakan informasi tentang kesenjangan dalam
memutuskan untuk mengembangkan atau melanjutkan atau menghentikan program
keseluruhan ataupun salah satu aspek dari program tersebut. Evaluasi model
kesenjangan memiliki empat tahap utama, yaitu definisi, instalasi, proses, dan
hasil. Tahap definisi difokuskan pada penentukan tujuan evaluasi dan prosesnya,
menentukan sumber-sumber yang diperlukan, serta menentukan partisipan yang
turut serta dalam pelaksanaan evaluasi. Tahap instalasi difokuskan pada
pengembangan instrumen evaluasi yang dijadikan sebagai standar pelaksanaan
evaluasi. Evaluator menghasilkan perangkat/instrumen yang sesuai untuk
mengidentifikasi sejumlah kesenjangan antara yang diharapkan dengan
implementasi program yang faktual. Alat tes tersebut dikembangkan berdasarkan
standar yang telah ditetapkan dalam evaluasi bimbingan kelompok, dalam hal ini
mengadaptasi dari Guidelines for Performance based Professional School
Counselor Evaluation (Missouri Department of Elementary and Secondary
Education, 2000). Terdapat dua instrumen yang digunakan dalam kegiatan evaluasi
penyelenggaraan layanan bimbingan kelompok. Instrumen pertama berupa angket
penyelenggaraan layanan bimbingan kelompok di Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Berdasarkan hasil keikut sertaan saya sewaktu magang 2 di SMPN 15
Semarang, guru BK/konselor lebih sering
mengimplementasikan teknik ekspositori dan diskusi kelompok pada saat
memberikan layanan bimbingan kelompok. Teknik tersebut lazim dilakukan tetapi
kurang menarik minat siswa. Penggunaan teknik bimbingan yang lebih variatif
seharusnya dapat menarik perhatian siswa daripada metode ceramah saja (Izzaty,
dkk., 2008). Guru BK/konselor mengakui bahwa kekurangan dalam variasi
penyampaian materi disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan guru BK tentang
variasi teknik penyampaiaan materi. Padahal terdapat banyak teknik dalam
layanan bimbingan kelompok, seperti psikodrama, sosiodrama, karyawisata,
homeroom, dan pemainan simulasi. Ketidaktercapaian layanan bimbingan kelompok,
disebabkan oleh beberapa faktor. Guru Bk/konselor menyatakan, faktor utama yang
menghambat pelaksanaan layanan bimbingan kelompok adalah keterbatasan waktu.
Faktor selanjutnya adalah faktor dukungan sekolah. Kurangnya kerjasama antara
guru BK/konselor dengan guru matapelajaran dan kepala sekolah dalam
melaksanakan layanan BK, dapat menghambat pelaksanaan layanan bimbingan
kelompok. Guru dan kepala sekolah beranggapan bahwa bimbingan dan konseling
kurang memiliki peranan dalam peningkatan aspek akademik siswa. Hasil
penelitian ini tidak sesuai dengan kebutuhan guru BK/konselor dalam memenuhi
tugas konselor dalam jalur pendidikan formal di sekolah menengah. Hal ini
diperkuat oleh Kartadinata, dkk. (2008) yang menyatakan bahwa pelayanan
bimbingan dan konseling di sekolah menengah adalah setting yang paling subur,
karena pada jenjang ini konselor sebagai guru BK berperan maksimal dalam
membantu siswa menumbuhkembangkan potensi. Konselor seyogyanya melakukan
kerjasama dengan pihak sekolah agar setiap program bimbingan dan konseling
dapat terlaksana dan dapat membantu siswa mencapai perkembangan optimal. Faktor
selanjutnya adalah kurangnya sarana dan prasarana yang diberikan oleh pihak
sekolah. Buku panduan yang diterbitkan oleh ABKIN menyatakan bahwa penataan
ruangan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah seharusnya ada ruangan
khusus untuk pelaksanaan layanan bimbingan kelompok. Tempat ini ditujukan agar
menjadi tempat nyaman dan aman sehingga tidak mengganggu kelas lain. Selain
itu, keterbatasan anggaran dana dapat menghambat pelaksanaan layanan bimbingan
kelompok. Menurut Aqib (2012) dana semua penunjang kegiatan layanan bimbingan
dan konseling berasal dari Rencana Anggaran Belanja Sekolah (RABS), artinya
bahwa semua anggaran untuk aktivitas yang tercantum pada program seharusnya
dapat dipenuhi. Semua hal yang berkaitan dengan sarana dan prasarana yang
diperlukan dalam kegiatan bimbingan dan konseling adalah tugas bersama kepala
sekolah dan guru BK/konselor. Faktor selanjutnya adalah faktor internal guru
BK/konselor. Guru BK/konselor menyatakan bahwa lebih banyak disibukkan oleh
kegiatan administrasi dan kurang memiliki minat untuk mengikuti
kegiatankegiatan pengembangan kompetensi guru BK/konselor, seperti
seminar/workshop. Kartadinata, dkk. (2008) menyatakan bahwa sebagai salah satu
komponen student support services, seharusnya tugas guru BK tidak hanya
mengurus soal tugas administratif namun lebih kepada memperhatikan aspek
perkembangan potensi siswa. Faktor selanjutnya adalah faktor yang berkaitan
dengan persiapan pelaksanaan layanan bimbingan kelompok. Hasil penelitian
diketahui masih banyak guru BK/konselor yang merasa malas untuk menyusun
administrasi yang terkait dengan pelaksanaan layanan bimbingan kelompok. Hal
ini bertentangan dengan pendapat Salahudin (2010) tentang tugas jabatan
konselor sebagai guru pembimbing yang seharusnya dapat merumuskan dan
menyiapkan persiapan kegiatan bimbingan dan konseling, tidak terkecuali layanan
bimbingan kelompok yang termasuk dalam layanan bimbingan dan konseling. Guru
BK/konselor hendaknya dapat menghindari faktor-faktor penghambat
penyelenggaraan layanan bimbingan kelompok. Langkah yang dapat dilakukan dengan
mengupdate wawasan serta mengembangkan kompetensi melalui kegiatan-kegiatan
pengembangan kompetensi, seperti seminar/workshop. Pengembangan kompetensi
konselor, salah satunya bertujuan agar konselor dapat memberikan layanan
bimbingan kelompok dengan teknik yang lebih variatif, materi yang disampaikan
sesuai dengan kebutuhan siswa (remaja) masa kini, membuat berbagai macam media
yang dapat digunakan dalam layanan bimbingan kelompok, serta menyususn berbagai
macam instrumen dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling (program BK,
RPL, instrumen non tes, dll). Langkah selanjutnya instrumen non tes, dll).
Langkah selanjutnya yang dapat dilakukan oleh guru BK/konselor yaitu mengadakan
kolaborasi dengan guru matapelajaran dan juga kepala sekolah. Guru BK/konselor
dapat melakukan sosialisasi tentang peran bimbingan dan konseling dalam
membantu siswa agar dapat berkembang secara optimal sehingga tumbuh kesadaran
pada pihak sekolah tentang peran penting bimbingan dan konseling bagi
perkembangan optimal peserta didik.
BAB. III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil
evaluasi, penyelenggaraan layanan bimbingan kelompok di salah satu SMP Negeri
15 Semarang termasuk dalam kriteria/kategori cukup. Hal tersebut dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain keterbatasan waktu, kurangnya dukungan
sekolah, kurangnya sarana dan prasarana, kurangnya kompetensi guru BK/konselor,
serta faktor yang berkaitan dengan persiapan pelaksanaan layanan bimbingan
kelompok. Oleh karena itu, diharapkan bagi guru BK/konselor untuk terus
mengupdate wawasan, mengembangkan kompetensi, serta mengadakan sosialisasi
kepada pihak sekolah tentang peran penting bimbingan dan konseling dalam
membantu perkembangan optimal peserta didik agar guru BK/konselor menjadi
profesional serta mendapat dukungan dari pihak sekolah sehingga dapat memberikan
layanan bimbingan kelompok dengan maksimal.
B.
SARAN
1.
Terus mengupdate
wawasan
2.
Mengembangkan
kompetensi dan mengadakan kerjasama dengan pihak luar yang mendukung yang
bertujuan untuk layanan sosialisasi kepada siswa.
3.
Sesuai dengan
prosedur penyusunan program
4.
Terus melakukan
evaluasi dan penyempurnaan program BK terkini.
DAFTAR PUSTAKA
Costa, Augusto Da. (2016). Evaluasi Program Bimbingan Kelompok di
Sekolah Menengah Atas Negeri 6 Malang: Model Kesenjangan. Jurnal Fokus
Konseling, 2(1): 40-47.
Gibson, Robert L. & Mitchell. 2010. Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta:
Pustaka Belajar.
Izzaty, dkk. (2008). Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY Press.
Kartadinata, S., dkk. (2008). Penataan Pendidikan Profesional Konselor Dan
Layanan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Khasanah, Uswatun. (2014). Evaluasi Pelaksanaan Layanan Bimbingan
Kelompok di SMA Negeri se Kota Yogyakarta.. Yogyakarta: FIP UNY.
Salahudin, Anas. (2010). Bimbingan dan Konseling. Bandung: CV
Pustaka Setia. Suherman, Uman. (2007). Manajemen
Bimbingan dan Konseling. Bekasi: Madani Production.
INSTRUMENT
EVALUASI PROGRAM BK LAYANAN INFORMASI di SMPN 15 SEMARANG
BERDASARKAN MODEL DISCREPANCY
Nama :
..............................................
Tanda tangan :
..............................................
PETUNJUK PENGISIAN
Dibawah ini
terdapat 12 pertanyaan. Bacalah dan pahami baik-baik setiap pertanyaan tersebut.
Saudara diminta untuk mengemukakan apakah pernyataan dan pertanyaan tersebut
sesuai dengan penyusunan dan pelaksanaan program, dengan cara memberikan tanda
silang (X) pada salah satu dari 2 alternatif jawaban dibawah ini :
Y : YA.
T : TIDAK.
Contoh mengerjakan :
NO
|
PERTANYAAN
|
Y
|
T
|
1.
|
Program
sesuai dengan pelaksanaan
|
X
|
|
Dan apabila adik-adik ingin mengganti jawabanya, dengan cara :
NO
|
PERTANYAAN
|
Y
|
T
|
1.
|
Program
sesuai dengan pelaksanaan
|
Ӿ
|
X
|
NO
|
PERTANYAAN
|
Y
|
T
|
1
|
Apakah
dilakukan need assesment sebelum penyusunan program guna mengetahui kebutuhan
siswa?
|
||
2
|
Setelah
need assessmen dianalisis dan didapatkan hasil, langkah selanjutnya apakah menyusun
prota?
|
||
3
|
Promes
sesuai dengan prota ?
|
||
4
|
Apakah
probul juga disusun?
|
||
5
|
Promig dan
prohar sudahkah sesuai dengan program diatas ?
|
||
6
|
Sesuaikah
RPL dengan program-program yang sudah disusun?
|
||
7
|
Menggunakan
format POP terbaru
|
||
8
|
Menggunakan
K13
|
||
9
|
Apakah
pelaksanaan program sesuai dengan RPL?
|
||
10
|
Tahap
tahap sesuaikah dengan tahap layanan informasi dengan format yang digunakan
dan RPL ?
|
||
11
|
Adakah
pembagian Laiseg dan lembar kerja siswa setelah pemberian layanan ?
|
||
12
|
Apakah
pelaksanaan evaluasi proses dan hasil dijalankan setelah pelaksanaan layanan
?
|
||
13.
|
Setelah
dievaluasi adakah program perbaikan ?
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
TERIMA
KASIH ATAS PARTISIPASI
0 comments:
Post a Comment