Responsive Banner design
Home » » MAKALAH (Discrepancy Model) Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling

MAKALAH (Discrepancy Model) Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling



MAKALAH

“Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling Layanan Informasi di Sekolah Menengah Pertama (SMP) 15 Semarang berdasarkan Model Kesenjangan (Discrepancy Model)”

Dosen Pengampu                    : Drs. G. Rohastono Ajie, M.Pd


Description: E:\Δ Smad-Lock (Brankas Smadav) Δ\CORELL\logo.jpg

Disusun oleh :
Fitriana Kh.Kh                                 (15110063)

PROGDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI SEMARANG
2018

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami selaku penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Belajar dan Pembelajaran dengan tema Evaluasi Belajar dan Pembelajaran ini dengan tepat waktu.
Kami mengulas beberapa hal dalam makalah ini yaitu tentang pengertian dan contoh mengenai model Evaluasi Discrepancy
Kami selaku penulis menyadari bahwa masih perlu adanya penyempurnaan dalam makalah ini,untuk itu kami mengharapkan saran, kritik, dan masukan yang bersifat konstruktif dan membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah Belajar dan Pembelajaran dengan tema Evaluasi Belajar dan Pembelajaran ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca serta khususnya bagi penulis sebagai penambah wawasan dan pengetahuan.


Semarang, 4 April  2018
Penyusun





DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR…………………………………………………………… i
DAFTAR ISI…………………………………..…………………………………ii
BABI PENDAHULUAN………………………………………………..............1
A.    Latar Belakang............................................................................................1
B.     Rumusan Masalah………………………………………….……..............3
C.     Tujuan ………………………………………………................................3
D.    Manfaat…………………………………………...............…..…..............4
BABIIPEMBAHASAN……………………………………………….... .….…..5
1.      Model Discrepancy ………………………………………………...........5
2.      Contoh………………………………………………...............................9
BABIIIPENUTUP……………………………………………………..............14
A.    Kesimpulan………………………………………….......……...............14
B.     Saran…………………………………………….................…...............15
DAFTARPUSTAKA……………………………………………………….....16




BAB. I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan di sekolah merupakan suatu usaha sadar oleh segala pihak yang bersangkutan dengan tujuan menyiapkan generasi muda agar menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Pelaksanaan pendidikan di sekolah melibatkan tiga komponen penting, yaitu komponen administrasi, komponen pengajaran, dan komponen bimbingan dan konseling. Ketiga komponen tersebut saling bekerjasama dan saling menunjang dalam upaya mencapai tujuan pendidikan nasional. Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari keseluruhan program pendidikan yang berperan untuk membantu siswa agar dapat berkembang secara optimal. Bantuan tersebut dapat diberikan melalui strategi-strategi tertentu dalam bimbingan dan konseling. Salah satu bentuk strategi bimbingan dan konseling adalah layanan bimbingan kelompok. Layanan bimbingan kelompok adalah proses pemberian bantuan yang diberikan pada individu dalam situasi kelompok (Romlah, 2006). Sejalan dengan hal tersebut Winkel & Hastuti (2007) menyatakan bahwa bimbingan kelompok merupakan bentuk layanan bimbingan yang diberikan pada lebih dari satu orang dalam waktu bersamaan.
            Bimbingan kelompok memiliki tujuan ganda yaitu untuk mempelajari siswa sebagai individu sekaligus mengenal bagaimana interaksi mereka dengan orang lain, serta membantu siswa untuk mampu menghadapi masalah mereka dan pada akhirnya mampu menyesuaikan diri (Bennet, 1963). Menurut Winkel & Hastuti (2007), tujuan bimbingan kelompok yaitu agar orang yang dilayani menjadi mampu mengatur kehidupan sendiri, memiliki pandangan sendiri, dan tidak sekedar mengikuti pendapat orang lain, mengambil sikap sendiri dan berani menanggung akibat dari semua tindakannya sendiri. Sementara itu, Romlah (2006) menyatakan bahwa tujuan bimbingan kelompok adalah (a) memberikan kesempatan kepada siswa belajar hal-hal penting yang berguna bagi pengarahan dirinya yang berkaitan dengan masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi dan sosial, (b) memberikan layanan-layanan penyembuhan melalui kegiatan kelompok, (c) mencapai tujuantujuan bimbingan secara lebih ekonomis dan efektif daripada kegiatan bimbingan individual, (d) secara tidak langsung membuat pelaksanaan konseling individual lebih efektif karena dengan mempelajari masalah-masalah yang umum dialami oleh idividu dan dengan meredakan atau menghilangkan hambatanhambatan emosional melalui kegiatan kelompok sehingga pemahaman terhadap masalah individu lebih mudah.
Secara umum kegiatan evaluasi layanan bimbingan kelompok bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya kesenjangan yang muncul antara standar penyelenggaraan layanan bimbingan kelompok dengan kondisi faktual penyelenggaraan layanan bimbingan kelompok di SMP tempat saya magang yaitu SMP 15 Semarang. Hasil evaluasi dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi konselor untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan layanan bimbingan kelompok di waktu yang akan datang.

B.     IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka permasalahan yang ada dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1.      Adakah kesenjangan antara program yang disusun dengan pelaksanaan bimbingan kelompok di SMP 15 Semarang ?
2.      Bagaimana penyusunan dan pelaksanaan program ?

C.    TUJUAN EVALUASI
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah evaluasi bimbingan dan konseling serta untuk mengetahui apakah adanya kesenjangan antara program dan pelaksanaan bimbingan kelompok di SMP 15 Semarang untuk selanjutnya agar bisa dilaksanakan evaluasi program berdasarkan model kesenjangan atau discrepancy model
.




D.    MANFAAT EVALUASI
1.      Mengetahui dan memberikan informasi tentang evaluasi program bimbingan dan konseling.
2.      Mengetahui dan memberikan informasi terkait pentingnya evaluasi program bimbingan dan konseling khususnya bimbingan kelompok.
3.      Mengetahui dan memberikan informasi tentang discrepancy model dan tujuannya.
















BAB. II
PEMBAHSAN

1.      MODEL EVALUASI DISCREPANCY

A.    Pengertian Discrepancy (Kesenjangan)
Kata discrepancy adalah istilah Bahasa inggris, yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi “kesenjangan”. Model ini yang dikembangkan oleh Malcolm Provus ini merupakan model evaluasi yang berangkat dari asumsi bahwa untuk mengetahui kelayakan suatu program, evaluator dapat membandingkan antara apa yang seharusnya dan diharapkan terjadi (standard) dengan apa yang sebenarnya terjadi (performance) sehingga dapat diketahui ada tidaknya kesenjangan (discrepancy) antara keduanya yaitu standar yang ditetapkan dengan kinerja sesungguhnya (Madaus,1993:79-99; Kauman,1980:127-128).
Evaluasi kesenjangan program, begitu orang menyebutnya. Kesenjangan program adalah sebagai suatu keadaan antara yang diharapkan dalam rencana dengan yang dihasilkan dalam pelaksanaan program. Evaluasi kesenjangan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara standard yang sudah ditentukan dalam program dengan penampilan aktual dari program tersebut
Menurut Provus evaluasi adalah untuk membangun dan affirmatif, tidak untuk menghakimi. Model Evaluasi Discrepancy/ Pertentangan ( Provus, 1971) adalah suatu model evaluasi program yang menekankan pentingnya pemahaman sistem sebelum evaluasi. Kapan saja kita sedang mencoba untuk mengevaluasi sesuatu, ditekankan bahwa kita harus mempunyai pemahaman tepat dan jelas atas hal yang dievaluasi, untuk menetapkan standar.
Model ini merupakan suatu prosedur problem-solving untuk mengidentifikasi kelemahan (termasuk dalam pemilihan standar) dan untuk mengambil tindakan korektif. Di dalam kasus suatu sistem yang kompleks seperti suatu proyek, obyek evaluasi bisa belum jelas dan sukar untuk dipahami. Klarifikasi obyek evaluasi obyek adalah sangat perlu untuk membuat evaluasi terlaksana.

B.     Tujuan
Tujuan evaluasi program dengan model discrepancy adalah untuk membantu administrator mengambil sebuah keputusan untuk keberlangsungan program selanjutnya (Dimmitt, 2010, p.45). Penelitian evaluasi program dengan model discrepancy ini difokuskan pada tiga aspek yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program konseling individu di SMP Laboratorium Universitas Negeri Malang. Instrumen yang digunakan dalam penelitian evaluasi program ini adalah kuesioner evaluasi program konseling individu sebagai instrumen utama yang ditunjang oleh pedoman wawancara dan studi dokumentasi.

C.     Langkah – Langkah
Tahap evaluasi program model discrepancy menggunakan tahap yang dirumuskan oleh McKenna (1981: 12) yang terdiri dari enam tahap. Keenam  tahap tersebut secara komprehensif dijelaskan sebagai berikut: (a) memutuskan program yang akan dievaluasi; (b) menentukan sasaran program (standar) yang menjadi dasar evaluasi; (c) merencanakan evaluasi; (d) melaksanakan rencana evaluasi dan mengumpulkan informasi; (e) menentukan kesenjangan antara sasaran program (standar) dengan pencapaian program; dan (f) merencanakan tindakan selanjutnya.
proses evaluasi pada langkah-langkah dan isi kategori sebagai cara memfasilitasi perbandingan capaian program dengan standar, sementara pada waktu yang sama mengidentifikasi standar untuk digunakan untuk perbandingan di masa depan. Argumentasi Provus, bahwa semua program memiliki daur hidup (life cycle). Karena program terdiri atas langkah-langkah pengembangan, aktivitas evaluasi banyak diartikan adanya integrasi pada masing-masing komponennya.
a.       Dalam definition stage (tahap definisi), staf program mengorganisir a) gambaran tujuan, proses, atau aktivitas dan kemudian b) menggambarkan sumber daya yang diperlukankan. Harapan atau standar ini adalah dasar dimana evaluasi berkelanjutan tergantung.
b.      alam installationstage (langkah instalasi), desain/ definisi program menjadi standar baku untuk diperbandingkan dengan penilaian operasi awal program. Gagasannya adalah untuk menentukan sama dan sebangun, sudah atau tidaknya program telah diterapkan sebagaimana desainnya.
c.       Dalam product stage (tahap proses), evaluasi ditandai dengan pengumpulan data untuk menjaga keterlaksanaan program. Gagasannya adalah untuk memperhatikan kemajuan kemudian menentukan dampak awal, pengaruh, atau efek.
d.      Dalam productstage (tahap produk), pengumpulan data dan analisa yang membantu ke arah penentuan tingkat capaian sasaran dari outcome. Dalam tahap 4 ini pertanyaannya adalah “Apakah sasaran program telah dicapai?” Harapannya adalah untuk merencanakan follow up jangka panjang pemahaman atas dampak
e.       (optional) tahap cost-benefit menunjukkan peluang untuk membandingkan hasil dengan yang dicapai oleh pendekatan lain yang serupa.









D.    Kelebihan Dan Kelemahan
a.       Kelebihan
·         Mengidentifikasi kelemahan-kelemahan program dan untuk tindakan korektif  untuk menentukan atau memperbaikinya.
b.      Kelemahan
·         Kurang sistematis
·         Hanya menekan pada objek sasaran
·         Memberi penekanan pada kesenjangan yang sebenernya merupakan persyaratan umum bagi semua kegiatan evaluasi

2.      CONTOH
Evaluasi pelaksanaan layanan bimbingan kelompok menggunakan pendekatan evaluasi model kesenjangan (discrepancy model) yang mencakup: (1) kesepakatan tentang standar-standar tertentu, (2) menentukan ada/tidak ada kesenjangan yang muncul antara performansi dan sejumlah aspek program dan perangkat standar untuk performansi tersebut, dan (3) menggunakan informasi tentang kesenjangan dalam memutuskan untuk mengembangkan atau melanjutkan atau menghentikan program keseluruhan ataupun salah satu aspek dari program tersebut. Evaluasi model kesenjangan memiliki empat tahap utama, yaitu definisi, instalasi, proses, dan hasil. Tahap definisi difokuskan pada penentukan tujuan evaluasi dan prosesnya, menentukan sumber-sumber yang diperlukan, serta menentukan partisipan yang turut serta dalam pelaksanaan evaluasi. Tahap instalasi difokuskan pada pengembangan instrumen evaluasi yang dijadikan sebagai standar pelaksanaan evaluasi. Evaluator menghasilkan perangkat/instrumen yang sesuai untuk mengidentifikasi sejumlah kesenjangan antara yang diharapkan dengan implementasi program yang faktual. Alat tes tersebut dikembangkan berdasarkan standar yang telah ditetapkan dalam evaluasi bimbingan kelompok, dalam hal ini mengadaptasi dari Guidelines for Performance based Professional School Counselor Evaluation (Missouri Department of Elementary and Secondary Education, 2000). Terdapat dua instrumen yang digunakan dalam kegiatan evaluasi penyelenggaraan layanan bimbingan kelompok. Instrumen pertama berupa angket penyelenggaraan layanan bimbingan kelompok di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Berdasarkan hasil keikut sertaan saya sewaktu magang 2 di SMPN 15 Semarang,  guru BK/konselor lebih sering mengimplementasikan teknik ekspositori dan diskusi kelompok pada saat memberikan layanan bimbingan kelompok. Teknik tersebut lazim dilakukan tetapi kurang menarik minat siswa. Penggunaan teknik bimbingan yang lebih variatif seharusnya dapat menarik perhatian siswa daripada metode ceramah saja (Izzaty, dkk., 2008). Guru BK/konselor mengakui bahwa kekurangan dalam variasi penyampaian materi disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan guru BK tentang variasi teknik penyampaiaan materi. Padahal terdapat banyak teknik dalam layanan bimbingan kelompok, seperti psikodrama, sosiodrama, karyawisata, homeroom, dan pemainan simulasi. Ketidaktercapaian layanan bimbingan kelompok, disebabkan oleh beberapa faktor. Guru Bk/konselor menyatakan, faktor utama yang menghambat pelaksanaan layanan bimbingan kelompok adalah keterbatasan waktu. Faktor selanjutnya adalah faktor dukungan sekolah. Kurangnya kerjasama antara guru BK/konselor dengan guru matapelajaran dan kepala sekolah dalam melaksanakan layanan BK, dapat menghambat pelaksanaan layanan bimbingan kelompok. Guru dan kepala sekolah beranggapan bahwa bimbingan dan konseling kurang memiliki peranan dalam peningkatan aspek akademik siswa. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan kebutuhan guru BK/konselor dalam memenuhi tugas konselor dalam jalur pendidikan formal di sekolah menengah. Hal ini diperkuat oleh Kartadinata, dkk. (2008) yang menyatakan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah menengah adalah setting yang paling subur, karena pada jenjang ini konselor sebagai guru BK berperan maksimal dalam membantu siswa menumbuhkembangkan potensi. Konselor seyogyanya melakukan kerjasama dengan pihak sekolah agar setiap program bimbingan dan konseling dapat terlaksana dan dapat membantu siswa mencapai perkembangan optimal. Faktor selanjutnya adalah kurangnya sarana dan prasarana yang diberikan oleh pihak sekolah. Buku panduan yang diterbitkan oleh ABKIN menyatakan bahwa penataan ruangan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah seharusnya ada ruangan khusus untuk pelaksanaan layanan bimbingan kelompok. Tempat ini ditujukan agar menjadi tempat nyaman dan aman sehingga tidak mengganggu kelas lain. Selain itu, keterbatasan anggaran dana dapat menghambat pelaksanaan layanan bimbingan kelompok. Menurut Aqib (2012) dana semua penunjang kegiatan layanan bimbingan dan konseling berasal dari Rencana Anggaran Belanja Sekolah (RABS), artinya bahwa semua anggaran untuk aktivitas yang tercantum pada program seharusnya dapat dipenuhi. Semua hal yang berkaitan dengan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam kegiatan bimbingan dan konseling adalah tugas bersama kepala sekolah dan guru BK/konselor. Faktor selanjutnya adalah faktor internal guru BK/konselor. Guru BK/konselor menyatakan bahwa lebih banyak disibukkan oleh kegiatan administrasi dan kurang memiliki minat untuk mengikuti kegiatankegiatan pengembangan kompetensi guru BK/konselor, seperti seminar/workshop. Kartadinata, dkk. (2008) menyatakan bahwa sebagai salah satu komponen student support services, seharusnya tugas guru BK tidak hanya mengurus soal tugas administratif namun lebih kepada memperhatikan aspek perkembangan potensi siswa. Faktor selanjutnya adalah faktor yang berkaitan dengan persiapan pelaksanaan layanan bimbingan kelompok. Hasil penelitian diketahui masih banyak guru BK/konselor yang merasa malas untuk menyusun administrasi yang terkait dengan pelaksanaan layanan bimbingan kelompok. Hal ini bertentangan dengan pendapat Salahudin (2010) tentang tugas jabatan konselor sebagai guru pembimbing yang seharusnya dapat merumuskan dan menyiapkan persiapan kegiatan bimbingan dan konseling, tidak terkecuali layanan bimbingan kelompok yang termasuk dalam layanan bimbingan dan konseling. Guru BK/konselor hendaknya dapat menghindari faktor-faktor penghambat penyelenggaraan layanan bimbingan kelompok. Langkah yang dapat dilakukan dengan mengupdate wawasan serta mengembangkan kompetensi melalui kegiatan-kegiatan pengembangan kompetensi, seperti seminar/workshop. Pengembangan kompetensi konselor, salah satunya bertujuan agar konselor dapat memberikan layanan bimbingan kelompok dengan teknik yang lebih variatif, materi yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan siswa (remaja) masa kini, membuat berbagai macam media yang dapat digunakan dalam layanan bimbingan kelompok, serta menyususn berbagai macam instrumen dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling (program BK, RPL, instrumen non tes, dll). Langkah selanjutnya instrumen non tes, dll). Langkah selanjutnya yang dapat dilakukan oleh guru BK/konselor yaitu mengadakan kolaborasi dengan guru matapelajaran dan juga kepala sekolah. Guru BK/konselor dapat melakukan sosialisasi tentang peran bimbingan dan konseling dalam membantu siswa agar dapat berkembang secara optimal sehingga tumbuh kesadaran pada pihak sekolah tentang peran penting bimbingan dan konseling bagi perkembangan optimal peserta didik.




BAB. III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Berdasarkan hasil evaluasi, penyelenggaraan layanan bimbingan kelompok di salah satu SMP Negeri 15 Semarang termasuk dalam kriteria/kategori cukup. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain keterbatasan waktu, kurangnya dukungan sekolah, kurangnya sarana dan prasarana, kurangnya kompetensi guru BK/konselor, serta faktor yang berkaitan dengan persiapan pelaksanaan layanan bimbingan kelompok. Oleh karena itu, diharapkan bagi guru BK/konselor untuk terus mengupdate wawasan, mengembangkan kompetensi, serta mengadakan sosialisasi kepada pihak sekolah tentang peran penting bimbingan dan konseling dalam membantu perkembangan optimal peserta didik agar guru BK/konselor menjadi profesional serta mendapat dukungan dari pihak sekolah sehingga dapat memberikan layanan bimbingan kelompok dengan maksimal.





B.     SARAN

1.      Terus mengupdate wawasan
2.      Mengembangkan kompetensi dan mengadakan kerjasama dengan pihak luar yang mendukung yang bertujuan untuk layanan sosialisasi kepada siswa.
3.      Sesuai dengan prosedur penyusunan program
4.      Terus melakukan evaluasi dan penyempurnaan program BK terkini.















DAFTAR PUSTAKA
Costa, Augusto Da. (2016). Evaluasi Program Bimbingan Kelompok di Sekolah Menengah Atas Negeri 6 Malang: Model Kesenjangan. Jurnal Fokus Konseling, 2(1): 40-47.
Gibson, Robert L. & Mitchell. 2010. Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
 Izzaty, dkk. (2008). Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY Press.
Kartadinata, S., dkk. (2008). Penataan Pendidikan Profesional Konselor Dan Layanan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Khasanah, Uswatun. (2014). Evaluasi Pelaksanaan Layanan Bimbingan Kelompok di SMA Negeri se Kota Yogyakarta.. Yogyakarta: FIP UNY.
Salahudin, Anas. (2010). Bimbingan dan Konseling. Bandung: CV Pustaka Setia. Suherman, Uman. (2007). Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bekasi: Madani Production.








INSTRUMENT
EVALUASI PROGRAM BK LAYANAN INFORMASI di SMPN 15 SEMARANG BERDASARKAN MODEL DISCREPANCY
Nama               : ..............................................
Tanda tangan : ..............................................
PETUNJUK  PENGISIAN
            Dibawah ini terdapat 12 pertanyaan. Bacalah dan pahami baik-baik setiap pertanyaan tersebut. Saudara diminta untuk mengemukakan apakah pernyataan dan pertanyaan tersebut sesuai dengan penyusunan dan pelaksanaan program, dengan cara memberikan tanda silang (X) pada salah satu dari 2 alternatif jawaban dibawah ini :
Y : YA.
T : TIDAK.
Contoh mengerjakan :
NO
PERTANYAAN
Y
T
1.
Program sesuai dengan pelaksanaan
X


Dan apabila adik-adik ingin mengganti jawabanya, dengan cara :
NO
PERTANYAAN
Y
T
1.
Program sesuai dengan pelaksanaan
Ӿ
X





NO
PERTANYAAN
Y
T
1
Apakah dilakukan need assesment sebelum penyusunan program guna mengetahui kebutuhan siswa?


2
Setelah need assessmen dianalisis dan didapatkan hasil, langkah selanjutnya apakah menyusun prota?


3
Promes sesuai dengan prota ?


4
Apakah probul juga disusun?


5
Promig dan prohar sudahkah sesuai dengan program diatas ?


6
Sesuaikah RPL dengan program-program yang sudah disusun?


7
Menggunakan format POP terbaru


8
Menggunakan K13


9
Apakah pelaksanaan program sesuai dengan RPL?


10
Tahap tahap sesuaikah dengan tahap layanan informasi dengan format yang digunakan dan RPL ?


11
Adakah pembagian Laiseg dan lembar kerja siswa setelah pemberian layanan ?


12
Apakah pelaksanaan evaluasi proses dan hasil dijalankan setelah pelaksanaan layanan ?


13.
Setelah dievaluasi adakah program perbaikan ?












                                                                                                            

TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASI
DALAM EVALUASI INI

0 comments:

Post a Comment

KONSELOR INDONESIA. Powered by Blogger.

Search This Blog

Popular Posts

Pages

Kosong

Kosong